Rabu, 18 Januari 2012

EKSPEDISI CARSTENSZ PYRAMID 2007


MENGGAPAI IMPIAN, MENJEJAKAN KAKI

DI PUNCAK CARSTENSZ PYRAMID (4.884 M)

PEGUNUNGAN SUDIRMAN – PAPUA

MENUJU PUNCAK KHATULISTIWA
Papua adalah surgannya petualangan bagi siapa saja yang berada di muka Bumi ini. Dari penggiat petualangan alam bebas, hingga para ilmuan dari berbagai belahan dunia di Bumi ini, Papua menjadi incaran bagi mereka yang berminat, mempunyai dana besar dan kemampuan keahlian masing-masing. Dari dataran tingginya yang sensasional, biota bawah laut yang tak ternilai, sungai-sungai yang ganas hingga kekayaan alam lainnya yang belum terjamah. Pegunungan Sudirman, yang memiliki salah satu puncak terbaik di muka bumi ini yakni Carstensz Pyramid (4.884 M), adalah salah satu contoh, yang tidak ada duanya di Jagat Nusantara ini. Keinginan untuk berekspedisi ke Carstensz Pyramid, Pegunungan Sudirman, Papua, merupakan impian bagi setiap pendaki, baik dari Indonesia ataupun dari manca negara di dunia ini. Carstensz Pyramid, yang masuk dalam The Seven Summits (Tujuh Puncak Tertinggi di Tujuh Benua di Dunia) teori lempeng bumi Alfred Wegener, menjadi kiblat pendakian gunung-gunung bagi setiap penggiat alam bebas di Indonesia. Carstensz Pyramid (4.884 M), yang berdiri tegak di Pegunungan Sudirman, Papua, merupakan salah satu dari tiga pegunungan bersalju di dunia yang dilalui garis katulistiwa. Kemudian Gunung Kilimanjaro, Kenya, di Afrika dan Pegunungan Alpen, Amerika Selatan. Ketigannya terletak di daerah beriklim tropis. Namun, menggapai impian paling sensasional itu, bukanlah hal mudah. Perizinan adalah hal yang paling mengganjal dari segudang permasalahan yang akan menghadang untuk dilewati.

Namun, hal itu tidaklah menjadi batu penghalang bagi kami. Hampir kurang lebih dari enam tahun lamanya usaha, serta perjuangan yang telah kami lalui, akhirnya dapat terlaksana juga. Dari jadwal yang kami buat, team advance yang semula direncanakan berangkat pada Bulan Desember 2006, harus mundur dari jadwal yang kami susun semula. Suka duka kami rasakan dalam proses penggarapan Ekspedisi Carstensz ini. Memang kami sadar, kami bukanlah organisasi yang sudah matang dari segi pengalaman, mental dan kesiapan jaringan yang kuat. Tapi kami juga menyadari, bahwa tak ada yang tak mustahil untuk ditaklukan. Dengan semboyan “apa yang tak bisa di MAPALA !!!”, kami terus berjalan tanpa halangan yang berarti. Dari segi pengalaman berekspedisi, yang paling bisa jadi bahan pelajaran bagi kami adalah Ekspedisi Leuser, Aceh, Tahun 1997. Tapi dengan keyakinan yang kuat dan kekuatan rasa persaudaraan yang kami miliki, kami terus maju pantang mundur.
SEJARAH PENDAKIAN CARSTENSZ PYRAMID
Pada Tahun 1623,Yan Carstensz adalah orang Eropa pertama yang melihat pegunungan yang sangat tinggi, di beberapa tempat tertutup salju di pedalaman Irian Barat. Salju itu sangat dekat ke khatulistiwa. Laporannya tidak dipercaya di Eropa, padahal tidak lama berselang diberitakan ada juga salju di Pegunungan Andes, Amerika Selatan dekat khatulistiwa. Kemudian pada Tahun1899, Ekspedisi Belanda yang bertugas membuat peta di Irian Jaya, menemukan kebenaran laporan Yan Carstensz, yang dibuat hampir 3 abad sebelumnya. Sehingga namanya diabadikan di situ. Pada Tahun 1936, Ekspedisi Colijn. Dr.A.H.Colijn, manajer umum perusahaan minyak Belanda dekat Sorong, dan geolog DrJ.J.Dozy, menemukan bijih tembaga di kawasan dinding timur Gletser Moriane, tidak jauh dari kawasan Carstensz, Irian. Tahun 1961, ekspedisi tim dari Selandia Baru mencoba mendaki Carstensz Pyramid, tapi mengalami kegagalan sebab keterlambatan dukungan logistik lewat bantuan udara.
Selanjutnya pada Tahun 1962, inilah awal mula jaman keemasan pendakian ke Carstensz Pyramid, setelah Puncak Cerstensz Pyramide akhirnya berhasil digapai oleh Heinrich Heiner, dan menjadikannya sebagai pendaki pertama di dunia yang berhasil menggapai atap Indonesia itu. Tim ekspedisi gabungan antara Jepang dan Indonesia, 3 orang ABRI yakni Fred Athaboe, Sudarto dan Sugirin, yang tergabung dalam Ekspedisi Cendrawasih pada Tahun 1964, berhasil menggapai puncak Carstensz Pyramid (4.884 M). Semenjak keberhasilan Ekspedisi Cendrawasih 1962, Mapala UI berhasil mencapai Puncak Carstensz Pyramid pada Tahun 1971, antara lain oleh Herman O. Lantang dan Rudy Badil, orang-orang sipil Indonesia pertama.
IDE AWAL EKSPEDISI CARSTENSZ PYRAMID
Sejak keberhasilan program besar Ekspedisi Leuser, Aceh dan Rinjani 1997, tercetus keinginan untuk menyambangi wilayah paling timur negeri ini yakni tanah Papua. Sejak saat itu, para pendahulu kami memulai menggagas program besar Ekspedisi Carstensz Pyramid. Mereka adalah Ahmad Sopyan, Padang P. Utomo, Dedi Triadi, Ivan R. Bakar, Trio dan Firman Yunizar. Kemudian, pada Tahun 2000, saat itu Mapala Unila yang dipimpin oleh Patih Pahlevi, resmi memulai perjuangan untuk menggapai puncak Carstensz Pyramid. Kesempatan untuk mengibarkan Merah Putih dan panji Mapala Unila sempat terbuka. Namun, asa yang membara terhalang oleh penembakan OPM (Organisasi Papua Merdeka), terhadap helikopter yang membawa beberapa Muspida Papua yang terjadi pada saat itu. Akibat kondisi keamanan yang pada saat itu tidak memungkinkan, akhirnya ekspedisi ini kami tunda dalam jangka waktu yang tidak di tentukan. Satu minggu dari kejadian tersebut, surat pemberitahuan dari Polda Papua diterima panitia pelaksana yang diketuai oleh Budi Arman, yang berisi bahwa perizinan pendakian ke wilayah Papua tidak dapat diberikan, hingga waktu yang tidak ditentukan. Semenjak kejadian tersebut, hingga tahun 2005, tidak pernah terealisasi program yang telah ada.
Pada Tahun 2006, pengurus Mapala Unila periode 2006 – 2007 yang dipimpin oleh Ketua Mapala Unila, Lamasih Sinaga (Ucox), kembali dari tidur panjangnya, untuk menggarap ekspedisi yang sempat terhenti hampir enam tahun lamanya. Dengan data-data dan informasi yang telah ada sebelumnya, akhirnya pada Bulan Mei 2006, secara resmi membentuk Kepanitian Besar Ekspedisi Carstensz Pyramid Mapala Unila 2007. Memang kami akui untuk menembus Pegunungan Sudirman, tidaklah mudah seperti membalikan telapak tangan. Mulai dari mengurus segala perizinan, persiapan peralatan dan tim ekspedisi, penggalangan dana, serta logistik ekspedisi yang dalam jumlah besar. Namun, ekspedisi ini bukan tidak mendapat kendala yang sangat mengganggu konsentrasi. Birokrasi yang berbelit dan panjang di seluruh instansi pemerintah dan beberapa lembaga pemerintah dan swasta, menjadi hal yang cukup menguji mental dan kesabaran seluruh panitia pelaksana ekspedisi.
DAGANG KORAN HINGGA DURIAN
Niat besar memang sudah tertanam dalam benak seluruh anggota Mapala Unila, baik Anggota Muda (AMud), Anggota Biasa hingga Anggota Kehormatan (alumni) yakni berjuang bersama-sama untuk mengibarkan bendera Mapala Unila di Puncak Carstensz Pyramid. Diawali pada saat sehari sebelum pengumuman SPMB 2006, saya berfikiran kenapa tidak momen ini dimanfaatkan untuk mencari pemasukan tambahan dana bagi tim training centre. Akhirnya, saya menghubungi Pimpinan Redaksi Lampung Post, Ade Alawi untuk mencari informasi, guna mendapatkan koran dalam jumlah besar. Jumat, 4 Agustus 2006, Pukul 13.00 WIB, kami yang terdiri dari Ucox, Bari, Berang dan Rokset, memulai pekerjaan baru kami sebagai pedagang koran. Harga per eksemplar cukup berpariasi. Dari harga Rp. 5.000,- hingga Rp. 10.000,-. Dari total 200 eksemplar koran, terjual sebanyak 150 eksemplar. Tak pasti berapa keuntungan yang kami dapat waktu itu. Yang jelas kami belajar berusaha dan bekerja lebih keras untuk mewujudkan cita-cita organisasi.
Lain lagi dengan Kurnia Fajri (Kokop), yang berinisiatif berdagang buah durian. Tepat saat itu sekitar bulan Juni, masa panen musim durian di Lampung. Buah durian yang dibawa dari Kota Agung, Tanggamus, dari salah satu kebun tetangga anggota Mapala Unila yaitu Doni Vikturiza (Julang), bukanlah dalam jumlah yang banyak. Hanya beberapa karung, yang diangkut menggunakan bis umum dari Kota Agung ke Bandar Lampung. Mengambil tempat di depan Museum Lampung, teman-teman bagian tim dana usaha ekspedisi, menjajakan daganganya yang diberi nama “duren kampus”. Hanya beberapa hari akibat keterbatasan dana awal, kami terpaksa tak meneruskan usaha tersebut. Akan tetapi kami dapat belajar dari kedua usaha tersebut. Kesusksesan yang besar akan didapat jika berawal dari usaha yang kecil.
Tidak cukup sampai disitu. Keinginan untuk menjaga kondisi pisik dan kesehatan anggota tim ekspedisi yang sedang menjalani training centre, agar tetap terjaga dengan baik. Serta kebutuhan lainnya yakni biaya untuk melakukan try out ke beberapa lokasi yang telah ditentukan. Akhirnya dengan bantuan dan restu Ky. Patih dan Ky. Budi dan Kj. Cemihau, kami bisa menggunakan dana abadi Carstensz Pyramid 2000, sebesar 1,5 Juta Rupiah. Untuk diolah menjadi modal awal untuk usaha dagang. Kamipun memutuskan untuk mencoba berdagang kebutuhan out door, di Gedung PKM Lt. 1 tepat di depan Sekretariat Mapala Unila. Bantuan juga datang dari Kopma Unila, yang memberikan 2 buah etalase untuk dipergunakan selama 2 bulan. Barang dagangan yang akan kami jual adalah barang dari salah satu outdoor terbesar di Lampung yaitu Saung Boogie Lampung. Dengan harga diskon yang besar, kami menjualnya 2 x lipat per barang dari harga beli. Tapi hampir 1 bulan lebih, akibat manajemen yang buruk usaha dagangan tadi tidak berjalan dengan baik. Akibatnya, hampir setengahnya barang yang tidak terjual tersebut, terbengkalai.
Tanggal 10 Januari 2007, Kurnia Fajri (Kokop) sebagai team advance diberangkatkan dari Bandar Lampung menuju Jayapura, untuk mengurus perizinan ke Muspida di Papua. Kemudian pada Tanggal 20 Januari 2007, tim inti yang terdiri dari Bayu Sunuaji (Lodong, Ketua Tim Ekspedisi), Padang Priyo Utomo (Padang), Kurnia Fajri (Kokop), Yohanes Harmoko (Berang-berang), Devi Wahyudi (Bakabon) dan Masyuni (Komet), berangkat dari Bandar Lampung menuju Timika, Papua.
Tim Inti yang terdiri dari 5 orang, tiba di Bandara Timika pada Tanggal 21 Januari 2007, yang telah ditunggu oleh Kurnia Fajri (Kokop), yang telah dulu tiba dari Jayapura dan langsung menuju base camp di timika Bapak Tanjung, di Al Furqon, Timika, untuk istirahat sejenak melepas lelah, setelah menempuh perjalanan udara kurang lebih 7 jam. Kemudian, sambil menunggu bis jemputan dari PT. Freeport Indonesia, untuk membawa kami ke Tembagapura, Papua, serta untuk proses finising perizinan, saya beserta team ekspedisi lainnya mempersiapkan diri baik fisik maupun mental dan melengkapi logistik yang masih kurang. Kami sempatkan membeli beberapa perlengkapan alam bebas di salah satu out door di Timika. Disini hargannya empat kali lipat dari harga normalnya. Jangankan harga alat-alat perlengkapan alam bebas yang memang tergolong mahal, harga nasi telor satu kali makan saja mencapai Rp. 20.000,-. Anehnya lagi harga-harga di sana (di Timika) tidak bisa ditawar-tawar lagi. Selama menunggu proses selanjutnya dari PT. Freeport Indonesia, waktu luang yang kami miliki, kami manfaatkan untuk melakukan jogging, tracking, shooping, sosialisasi ke pemimpin-pemimpin adat seperti Suku Komoro dan Suku Amungme. Hitung-hitung sekaligus aklimatisasi suhu tubuh. Dan bila malam hari kami sibukkan diri dengan bermain kartu dan berkumpul bersama keluarga Bapak Tanjung.
Pada Tanggal 03 Februari 2007, kami melakukan general ceck - up di Klinik, Kuala Kencana, International SOS Freeport Medical Services, Timika, Papua. Yang merupakan salah satu prosedur yang harus kami lalui dan menjadi standar internasional dari PT. Freeport Indonesia. Di sini peralatannya menggunakan teknologi serba canggih. Walaupun namanya hanya sebuah klinik, namun perlengkapan dan peralatannya, melebihi apa yang terdapat di rumah sakit berskala internasional di Jakarta. Ketika diadakan general check - up, salah satu anggota tim kami yaitu Yohannes Harmoko, dinyatakan tidak lulus tes akibat gangguan ginjal. Kami semua sempat termenung mendengar hasil tes dari dr. Meani Nureka yang mengetes kami. Tapi beruntung dokter tersebut, memberikan kesempatan untuk kedua kalinya kepada Yohannes Harmoko untuk tes ulang. Tes akan dilaksanakan lagi Tanggal 04 Februari 2007. Selama waktu luang tersebut, Yohannes Harmoko yang terancam tidak dapat mendaki ke Carstensz Pyramid, tidak mau kehilangan kesempatan yang mungkin cuman didapat satu kali dalam hidupnya. Dengan keyakinan yang tinggi, berhenti merokok, banyak-banyak minum air putih, mengkonsumsi makanan yang mengandung kalori, istirahat yang banyak serta pergi ke gereja untuk meminta bantuan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Agar diberikan pertolongan dan keselamatan kepada tim ekspedisi. Kegiatan itu yang dia lakukan selama masa rehat sebelum melakukan tes ulang. Karena kalau lulus tes berarti keinginan menggapi puncak akan tercapai. Tetapi jika tidak lulus, berarti tinggal di Mess Tembagapura, serta kegagalan dan penyesalan akan terus menghantui. Tanggal 04 Februari 2007, waktu paling menentukan, Yohannes Harmoko dengan tenang mengikuti tes yang dilakukan oleh dr. Meani Nureka. Dengan rasa penasaran dan was-was, kami diberitahu bahwa saudara Yohannes harmoko, dinyatakan lulus tes dan layak untuk melakukan pekerjaan berat dan beresiko. Tentu saja hal ini kami sambut dengan suka cita dan antusias yang tinggi.
MENAKLUKAN PT. FREEPORT INDONESIA
Di dalam benak hati para pendaki-pendaki diseluruh dunia, khususnya pendaki dari Indonesia, PT. Freeport Indonesia adalah momok yang paling menakutkan diantara segudang permasalahan yang akan dihadapi, jika akan melakukan pendakian ke Pegunungan Sudirman. Tidak mudah untuk mendapatkan selembar surat rekomendasi dari PT. Freeport Indonesia. Banyak pertimbangan kenapa para pendaki-pendaki diseluruh dunia, banyak menggunakan jalur Tembagapura, Timika (PT. Freeport Indonesia) dari pada jalur pendakian dari Desa Illaga (Kabupaten Puncak Jaya). Karena jalur dari Tembagapura, terbilang murah (biaya), aman dan waktu pendakian yang relatif singkat. Bila dibandingkan dengan jalur dari Desa Illaga, biaya pendakian yang dibutuhkan sangat besar. Dari biaya penyewaan porter (tim pembantu pendaki) yang mencapai 300 ribu rupiah perhari untuk 1 orang porter, dikali minimal 30 hari pendakian. Sedangkan untuk 1 orang pendaki dibutuhkan minimal 3 orang porter, selama pendakian berlangsung. Ditambah lagi biaya untuk setiap kepala-kepala suku disetiap desa yang akan dilalui. Jika butuh pengawalan dari TNI atau polisi, sudah barang tentu biaya besar akan keluar lagi. Berekspedisi ke Carstensz Pyramid, bukan hanya untuk menaklukan puncak ataupun kegiatan-kegiatan ilmiah lainnya, tetapi menaklukan perusahaan tambang terbesar di dunia, adalah suatu hasil yang sangat memuaskan dan membanggakan.
DARI OPM HINGGA PERANG SUKU
Masalah keamanan di Papua yang tak pernah kondusif adalah masalah terberat yang akan kita hadapi. Siapa yang tidak tahu OPM (Organisasi Papua Merdeka), organisasi inilah yang sering membuat kekacauan di Tanah Papua. Yang berimbas terhadap perizinan pendakian ke Papua. Tahun 1990-an, Tim Ekspedisi MAPALA ARANYACALA TRI SAKTI yang berjumlah sekitar delapan orang, tewas ditembak oleh OPM. Tim ekspedisi tersebut saat itu menggunakan jalur dari Desa Illaga. Bukan sampai dengan OPM saja. Perang suku yang sering terjadi di Papua, merupakan satu ancaman yang sangat berbahaya. Berbagai masalah tersebutlah yang membuat para pendaki-pendaki, banyak menggunakan jalur dari Tembagapura (PT. Freeport Indonesia).
PERANG DIMULAI
Tanggal 5 Februari 2007
Hari yang paling kami nantikan pun tiba. Akhirnya, seluruh tim ekspedisi bisa berangkat ke Tembagapura, yang merupakan jalur terdekat menuju Pegunungan Sudirman. Selama di Tembagapura, seluruh team ekspedisi melakukan proses aklimatisasi selama satu hari. Tanggal 7 Februari 2007, Tim Ekspedisi dilepas oleh Bapak Solihin, Direktur ERG PT. Freeport Indonesia. Kemudian dilanjutkan perjalanan menuju base camp pertama di Zebra Wall. Di Zebra Wall (3.600 M), tim ekspedisi melakukan aklimatisasi selama satu malam dan dilanjutkan pendakian menuju Pintu Angin dan di teruskan ke Base Camp Induk di Lembah Danau-Danau (4.000 M).
Sabtu,10 Februari 2007, seluruh tim ekspedisi tiba di Base Camp Induk, di Lembah Danau-Danau. Kemudian, tim istirahat untuk memulihkan stamina yang telah terkuras selama perjalanan dari Zebra Wall ke Lembah Danau-Danau, setelah istirahat sejenak kemudian kami mendirikan tenda induk, memasang pemancar Hand Talky serta dapur umum. Keesokan harinya, tim yang terdiri dari Devi Wahyudi, Masyuni, Kurnia Fajri, Bayu Sunuaji dan Padang P. Utomo, melakukan survey jalur pendakian serta mendirikan tenda, sebagai basecamp pendukung peralatan pemanjatan di Lembah Kuning. Sedangkan Yohanes harmoko stand by di base camp induk di Lembah Danau-Danau, yang asik dengan handy talky (HT) terus berhubungan dengan Tim ERG, di Tembagapura.
Setelah survey dan droping alat ekspedisi, pada malam harinya kami melakukan briefing, guna membahas jalur dan strategi pemanjatan ke Puncak Carstensz Pyramid. Target pertama yang akan kami prioritaskan adalah Puncak Carstensz Pyramid. Berbeda dengan rencana yang kami susun dari Lampung. Target awal yang akan didaki adalah Puncak Jaya Wijaya (4.862), tetapi dengan pertimbangan dan situasi dan kondisi cuaca yang cukup bersahabat, maka Puncak Carstensz Pyramid adalah target pertama yang akan kita daki. Walaupun sebelumnya sudah kami siapkan, tapi ini untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak kami inginkan.
Tanggal 12 Februari 2007
Tepat pada Pukul 24.00 WIT, team summits yang terdiri dari Bayu Sunuaji sebagai team leader, Padang P. Utomo, Kurnia Fajri, dan Yohanes Harmoko, bersiap-siap melakukan pemanjatan pertama ke Puncak Carstensz Pyramid (4.884 M). Tepat Pukul 02.15 WIT, kami tiba di base camp Lembah Kuning, untuk mengambil peralatan panjat yang telah kami siapkan sehari sebelumnya. Kemudian dilanjutkan menuju Dinding Utara Carstensz Pyramid, jalur yang akan kami lalui. Tepat Pukul 02.35 WIT, pemanjatan pertama yang dipimpin oleh Padang P. Utomo, tiba di pitch pertama. Setelah itu Padang P. Utomo, membuat pengaman untuk pemanjat kedua oleh Kurnia Fajri dengan cara ascending menggunakan Jumar. Kemudian disusul oleh Yohannes Harmoko dan Bayu Sunuaji.
TERKENA MOUNTAIN SICKNESS
Setelah saya tiba di pitch pemanjatan pertama, tiba-tiba saya terkena mountain sickness. Kepala saya pusing, perut mual dan mata berkunang-kunang. Hal inilah yang membuat saya kesal pada diri sendiri. Sesuai dengan kesepakatan dalam team summits dari awal, bila salah satu anggota tim terkena mountain sickness, maka dengan sendirinnya harus turun sendiri ke Lembah Kuning atau ke Lembah Danau-Danau. Dengan kondisi pisik saya yang telah down, saya putuskan untuk turun sendiri ke Lembah Kuning dan dilanjutkan ke Lembah Danau-Danau. Sementara ketiga anggota tim lainnya tetap melanjutkan pemanjatan ke Teras Besar.
PEMANJATAN PERTAMA GAGAL
Setelah saya turun ke Lembah Danau-Danau, tim yang terdiri dari 3 orang tersebut, tetap melakukan pemanjatan ke Puncak Carstensz Pyramid. Namun, Akibat kondisi cuaca yang buruk serta pergerakan tim yang sedikit lambat, tim summits yang terdiri dari tiga orang tersebut, baru tiba di Teras Besar pada Pukul 14.00 WIT. Dengan kondisi tersebut, serta kondisi fisik anggota tim sudah mulai down, Ketua Tim Bayu Sunuaji, memutuskan untuk turun ke ke Base Camp Induk di Lembah Danau-Danau. Dengan catatan pemanjatan pertama dianggap gagal. Tim Summits baru tiba di Lembah Danau-Danau Pukul 20.00 WIT.
STRATEGI BERUBAH
Tanggal 13 Februari 2007
Seluruh tim ekspedisi dengan semangat berkobar, melakukan briefing persiapan dan strategi yang lebih matang, di Lembah Danau-Danau. Setelah selesai briefing, diputuskan tim yang akan melakukan pemanjatan ke Carstensz Pyramid adalah Bayu Sunuaji (Ketua Tim), Yohannes Harmoko (Berang) dan Padang P. Utomo. Sementara Kurnia Fajri (Kokop) dan Masyuni (komet) tinggal di Lembah Danau-Danau (Meerendal, 4.000 M), sebagai penghubung komunikasi dengan PT. Freeport Indonesia. Sementara Devi Wahyudi (Bakabon) tinggal di Lembah Kuning (Yellow Valley, 4.000 M), bertindak sebagai tim pendukung dari tim summits.
Pukul 14.00 WIT, sebelum memulai perjalanan ke Lembah Kuning, terlebih dahulu kami seluruh tim ekspedisi melakukan doa bersama, supaya diberikan keselamatan dan kesuksesan dalam pendakian ini. Seluruh anggota tim ekspedisi meneteskan air mata. Padang P. Utomo, terlihat paling banyak meneteskan air mata. Diiringi dengan perkataannya, “bahwa bila mana nantinya tim summits gagal atau menemui jalan yang tidak diinginkan, maka saya dan Masyuni (tim base camp lembah danau-danau), harus siap mengambil keputusan dengan segala resiko dan kondisi apapun. Tentu hal ini membuat saya terharu tegang dan saya juga kembali meneteskan air mata. Karena ini akan menjadi sejarah dalam diri dan organisasi yang saya bawa yakni MAPALA UNILA.
Pukul 14.15 WIT, tim summits yang terdiri dari 3 orang dan 1 orang tim pendukung di Lembah Kuning, berangkat lebih dulu ke Lembah Kuning. Sementara 2 orang tinggal di Base Camp Lembah Danau-Danau. Pukul 16.00 WIT, tim tiba di Lembah Kuning. Setelah itu Pukul 17.00 WIT, tim summits kembali melanjutkan pemanjatan ke dinding Carstensz Pyramid dengan target utama Teras Besar. Pukul 21.00 WIT, tim summits tiba di Teras Besar. Setibanya di Teras Besar, tim istirahat beralaskan Play Sheet dan Sleeping Bag, untuk memulihkan kondisi guna persiapan ke Puncak Carstensz Pyramid. Kendati waktu kami tiba di Teras Besar jauh lebih awal dari waktu normal, ini dimaksudkan untuk mengantisipasi kegagalan pemanjatan yang pertama tidak terjadi lagi.
Tanggal 14 Februari 2007
Tepat pada Pukul 03.00 WIT, tim kembali melakukan pemanjatan dari Teras Besar, dengan target Kandang Babi dan dilanjutkan ke Puncak Carstensz Pyramid, dengan target sebelum Pukul 12.00 WIB siang. Dengan menggunakan jalur pemanjatan yang telah ada, tim perlahan-lahan menapaki celah-celah sempit ditengah-tengah suhu dingin mencapai – 7°, yang menusuk tulang-tulang. Kondisi jalur pemanjatan yang terjal, batu-batu yang tajam serta tali-tali yang terpasang pada jalur pemanjatan membesar tiga kali lipat, akibat tertutup oleh es. Akibat menebalnya tali-tali yang terpasang di sepanjang jalur pemanjatan, mengakibatkan seluruh tim kesulitan untuk melakukan ascending yang menggunakan jumar dan basic. Tali-tali kernmantle yang membesar menjadi licin dan susah untuk dilalui. Salah satu anggota tim summits yakni Yohannes Harmoko, sempat mengalami ketegangan yang teramat sangat. Karena pada saat melalui jalur sulit yang terjal, yakni di Celah Besar, jumar yang digunakan tidak berfungsi dengan baik. Dengan rasa prustasi yang tinggi dan suhu dingin yang menyerang, akhirnya dengan harus menunggu lama menggantung selama 1 jam lebih, Bayu Sunuaji kembali ke bawah untuk turun membantu Yohannes Harmoko. Dengan kekuatan mental yang dimilikinya Yohannes Harmoko, dapat terus melanjutkan pemanjatan, walaupun di jalur-jalur lainnya masih banyak jalur-jalur yang jauh lebih sulit dari yang pertama.
KADO HUT LAMPUNG KE-43
Tepat pada Pukul 09.50 WIT, Padang P. Utomo (team leader pemanjatan) dengan perjuangan yang tak kenal pantang menyerah dan kekuatan mental yang tinggi, serta sisa-sisa tenaga yang masih dimiliki, akhirnya tim summits berhasil mencapai Puncak Carstensz Pyramid 4.884 M, bersamaan dengan Hari Valentine. Teriakan puji syukur kepada Allah SWT dan tak lupa MAPALA…. MAPALA…. MAPALA…. pun berkumandang di tengah-tengah suka cita anggota tim summits. Disusul kemudian oleh Bayu Sunuaji (Lodong) dan yang terakhir oleh Yohannes Harmoko (Berang). Terbalas sudah utang, yang telah tujuh tahun lamanya menunggu untuk dituntaskan. Segala beban berat yang selama satu tahun lamanya, seolah-olah hilang seiring keberhasilan ini. Dengan demikian, kami berhasil menjawab semua keraguan dari berbagai pihak, perihal akan keberhasilan kami untuk mencapai puncak Carstensz Pyramid. Puji syukur atas kehadirat Tuhan YME karena berkat bimbingan dan ridhonyalah ekspedisi ini dapat berhasil.
Keberhasilan Tim Ekspedisi Carstensz Pyramid 2007 ini, sebagai kado untuk Hari Ulang Tahun (HUT) Propinsi Lampung, yang ke-43 tahun ini. Sebagai sumbangsih kami, untuk seluruh Masyarakat Lampung, akan keberadaan kami sebagai yang organisasi yang bergerak dibidang kepecintaalaman dan Lingkungan Hidup. Mengangkat Lampung didunia petualangan nasional, untuk menjadi yang terbaik. Serta mempromosikan Propinsi Lampung, didunia petualangan internasional adalah tanggungjawab kami sebagai organisasi masasiswa pencinta alam. Tapi kami bukan terbaik dari yang terbaik, tetapi kami akan berikan yang terbaik buat Lampung.
Pukul 11.00 WIT, setelah selesai mengambil gambar dan film secukupnya, tim kembali turun ke Teras Besar, untuk istirahat dan makan siang yang akan dibawa oleh Devi Wahyudi, yang stand by di Lembah Kuning. Dengan penuh rasa sukacita, tim summits dan tim pendukung turun kembali menuju Base Camp di Lembah Kuning. Pukul 18.00 WIT, tim summits tiba di Lembah Kuning, setelah istirahat dan packing peralatan, tim summits dan tim pendukung kemudian melanjutkan perjalanan kembali ke Lembah Danau-Danau dan tiba Pukul 20.00 WIT. Setibanya tim summits di Base Camp Induk di Lembah Danau-Danau, saya dan seluruh tim ekspedisi melakukan doa bersama, guna mengucapkan puji syukur kepada Tuhan YME. Guna menjaga komunikasi dengan teman-teman yang lainnya di Lampung, koordinasi tetap kami lakukan menggunakan Handy Talky (HT) dengan PT. Freeport Indonesia yakni dengan Tim ERG. Kemudian Tim ERG selanjutnya menyampaikan informasi ke teman-teman di Lampung via e-mail.
Tanggal 15 Februari 2007, adalah hari yang paling berbahagia bagi seluruh tim ekspedisi. Karena beban berat yang kami emban dari Lampung, telah selesai kami tuntaskan. Selain itu juga kami akan bersama-sama merayakan ulang tahun MAPALA UNILA yang ke-18 tahun, yang akan jatuh pada Tanggal 18 Februari 2007, di Puncak Jaya Wijaya (4.862 M). Dan masih ada satu misi yang harus saya dan tim harus selesaikan yaitu menggapai Puncak Jaya Wijaya (4.862). Saya dan seluruh tim ekspedisi yang berjumlah enam orang, berencana akan mulai melakukan pendakian pada Pukul 07.00 WIT.
Pukul 07.15 WIT, saya dan seluruh tim ekspedisi mulai bergerak ke arah menuju puncak Jaya Wijaya. Puncak yang diselimuti salju abadi yang keberadaannya mulai terancam akan habis, akibat pemanasan global. Setibanya kami di kaki Puncak Jaya Wijaya, perbatasan antara daratan yang bersalju dengan bebatuan. Kami beristirahat sejenak di bawah teras bersalju yang membentuk goa. Saya dan bersama dengan tiga anggota tim lainnya beristirahat dalam goa es tersebut. Sementara Yohannes Harmoko dan Devi Wahyudi berada di luar goa es. Masyuni, satu-satunya anggota tim wanita, bergegas membuatkan masakan makanan dan minuman. Namun, tanpa diduga goa yang terbentuk akibat bekuan es tersebut, tiba-tiba mengeluarkan suara retakan yang sangat keras. Seluruh anggota tim yang berada dalam goa es tersebut berhamburan keluar goa es tersebut. Selidik demi selidik, bunyi retakan keras tersebut dikarenakan karena, tekanan udara panas yang dihasilkan oleh kompor trangia yang kami hidupkan tadi. Tekanan udara panas yang menumpuk di dalam goa es, tertahan sehingga sebagian dinding es tadi mengalami keretakan. beruntung dinding goa es tersebut tidak runtuh menimpa kami. Pengalaman tadi adalah pengalaman paling berharga bagi kami semua. Pelajaran yang paling patut dijaga dikemudian hari.
Pukul 13.00 WIT, saya dan seluruh tim ekspedisi kembali melakukan pendakian menuju puncak Jaya Wijaya. Setibanya kami di tengah-tengah ladang salju abadi, kami langsung terhanyut tergirang-girang. Bagaikan mimpi, kami bisa merasakan langsung dinginnya salju yang ada di hadapan kami. Terlihat Yohannes Harmoko (Berang) sangat asik bermain-main dengan salju bersama Masyuni (Komet).
Tepat pada Pukul 15.15 WIT, kami tiba di Puncak Jaya Wijaya (4.862). Di sinilah kami semua menumpahkan hasrat dan rasa bahagia kami, karena kami telah berhasil menaklukan dua puncak tertinggi di Indonesia. Sungguh luar biasa sekali kami dapat berdiri di tengah-tengah puncak salju abadi yang didamba-dambakan para pendaki di seluruh belahan dunia ini. Pukul 16.00 WIT, saya dan seluruh tim ekspedisi kembali turun ke Lembah Danau-Danau. Untuk selanjutnya melakukan persiapan kembali ke Zebra Wall.
Walaupun di sekeliling kami masih ada tiga puncak lagi, yang dengan gagah menantang kami untuk didaki, yakni Puncak Soemantri (4.855 M), Puncak Carstensz Timur (East Carstensz, 4.775 M) dan Puncak Tengah (Middle Peak), namun dengan pertimbangan seluruh tim ekspedisi dan kondisi perbekalan logistik dan waktu, maka ketiga puncak tersebut, harus kami relakan untuk tidak kami sambangi.
Tanggal 16 Februari 2007, saya dan seluruh tim ekspedisi, bergegas melakukan packing seluruh peralatan ekspedisi yang kami bawa. Barang dan peralatan ekspedisi kami cukup banyak dengan jumlah personel 6 orang, yang tergolong sedikit. Hal ini cukup membuat kami kewalahan untuk mengangkut perlengkapan ekspedisi kami. Kami putuskan seluruh alat ekspedisi kami, diangkut menggunakan system estapet. Satu demi satu peralatan kami, dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain.
Tanggal 17 Februari 2007, saya dan seluruh tim ekspedisi tiba di Zebra Wall pada Pukul 09.00 dan dijemput dengan menggunakan Suttle menuju Tram oleh Team Safety and Security Grasberg. Kemudian dari Tram kami dijemput menggunakan Bus Oranges, menuju Mess di Tembagapura dan tiba pada Pukul 11.30 WIT. Kemudian kami langsung mandi, istirahat dan makan siang. Setelah itu kami berbincang-bincang bersama bapak-bapak dari Tim ERG PT. Freeport Indonesia. Hingga Pukul 20.00 WIT, kami istirahat akibat kelelahan setelah perjalanan dari Zebra Wall.
DIJAMU PRESIDEN DIREKTUR
(Sebagai hadiah ulang tahun MAPALA UNILA yang ke-18)
Tanggal 18 Februari 2007, Pukul 06.30 WIT kami sudah mandi dan makan pagi kemudian beres-beres. Pada Pukul 10.30 WIT, tanpa kami duga sebelumnya, kami diberitahu oleh Tim Corcom PT. Freeport Indonesia, bahwa Pukul 12.30 WIT seluruh Tim Ekspedisi Carstensz Pyramid Mapala Unila 2007, akan dijamu makan siang oleh Bapak Presiden Direktur PT. Freeport Indonesia yang akan diadakan di Guest House VIP Tembagapura. Acara makan siang diikuti oleh seluruh departemen dan orang-orang penting di PT. Freeport Indonesia. Tentu saja orang-orang yang ada di PT. Freeport Indonesia, bertanya-tanya kepada kami. Padahal tim-tim ekspedisi sebelumnya belum pernah diperlakukan seperti ini. Setelah acara makan siang selesai, kami menyerahkan cinderamata berupa miniature Gajah Lampung yang kami bawa, kepada Bapak Presiden Direktur PT. Freeport Indonesia. Lengkap sudah kebahagian kami selama ekspedisi ini. Tepat Tanggal 18 Februari 2007, genap 18 Tahun MAPALA UNILA, kami dengan khusus mendapatkan sambutan yang hangat dari orang nomor satu di PT. Freeport Indoneesia.

Pukul 15.00WIT, kami berkesempatan melakukan tour di Tembagapura mengunjungi Hidden Valley dll. Kemudian Pukul 18.00 WIT, kembali ke mess tempat kami menginap di Palapa Estate 235 E. Lt. 3. Tanggal 19 Februari 2007, pada Pukul 09.30 WIT seluruh tim melakukan kunjungan ke pusat Tim ERG PT. Freeport Indonesia.
Tanggal 20 Februari 2007, Pukul 08.00 WIT, setelah pamitan kepada seluruh deapartemen yang ada di PT. Freeport Indonesia, saya dan seluruh tim ekspedisi berangkat ke Timika, Papua. Sesampainya kami di base camp utama kami di Timika, kami langsung pamitan kepada keluarga Bapak Tanjung. Beliau adalah salah satu orang yang turut membantu keperluan kami selama si Timika. Setelah pamitan kami langsung menuju Bandara Udara Timika. Untuk selanjutnya melakukan penerbangan ke Jakarta, menggunakan pesawat Air Fast milik PT. Freeport Indonesia.

Pukul 19.00 WIB, kami tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta. Setibanya, kami langsung disambut suka cita oleh alumni-alumni kami yang berdomisili di daerah Jabodetabek. Kemudian langsung bergegas ke salah satu tempat kediaman alumni kami, untuk istirahat dan beres-beres. Pukul 10.00 WIB, dengan menggunakan mobil sewaan kami langsung bergegas untuk kembali ke Bandar Lampung. Tidak tahan rasannya untuk bertemu dengan teman-teman yang ada di Lampung. Kembali ke Sekretariat tercinta yakni MAPALA UNILA, tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Tanggal 21 Februari 2007, tepat pada Pukul 05.00 WIB, kami tiba di Sekretariat MAPALA UNILA di Kampus Hijau Universitas Lampung. Teriakan keras kami dari luar sekretariat membuat gaduh seisi gedung PKM Unila. Kami disambut dengan suka cita oleh anggota Mapala Unila yang telah menunggu lama sejak dari sore hari kemaren. Kebahagian dan kebanggan yang tidak ada duannya dan hingga berita ini saya tulis, masih terlihat jelas di raut muka seluruh anggota aktif dan anggota kehormatan MAPALA UNILA, masih terasa dan tidak akan hilang sampai kapanpun. Ekspedisi Carstensz Pyramid MAPALA UNILA 2007, ini adalah ekspedisi skala internasional pertama bagi kami. Banyak hal-hal positif dan negatif yang kami temui, dan itu akan kami jadikan pengalaman berharga bagi kami semua. Kekuatan mental dan psikologis serta keyakinan yang tinggi, rela berkorban serta pantang menyerah adalah kunci sukses dari segala-galanya. Mudah-mudahan langkah yang kami jalani ini dapat diikuti oleh teman-teman MAPALA/KPA dimanapun berada. Khususnya teman-teman MAPALA/KPA yang ingin berekspedisi ke Papua. Terlebih teman-teman MAPALA/KPA yang ada di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Dengan semboyan “Apa sih yang tidak bisa di MAPALA !!!”, jawabanya semua pasti bisa. Salam Lestari, Semoga Sukses.
KEJADIAN ANEH
Ada kejadian yang sangat aneh dan terasa nyata yang saya alami selama di Lembah Danau-Danau. Ditengah perjalanan saya turun ke Base Camp Induk di Lembah Danau-Danau, saya mengalami kejadian yang sangat aneh. Dengan kondisi pisik yang tidak memungkinkan (berdiri saja sulit), setelah menuruni dinding carstensz dengan cara rappelling, saya sempat terjatuh hingga dua meter. Kemudian saya turun ke Lembah Kuning, dan sempat makan coklat. Setelah dari Lembah Kuning, saya turun ke Lembah Danau-Danau. Hingga tiba di Base Camp Induk Lembah Danau-Danau, saya dalam keadaan tidak sadar. Dalam perjalanan dari Lembah Kuning ke Lembah Danau-Danau, perasaan saya Yohannes Harmoko (Berang, anggota tim summits), ikut mengantar saya hingga turun ke Lembah Danau-Danau. Padahal Yohannes Harmoko sendiri, ikut dalam pemanjatan ke Teras Besar.
Sementara itu, anggota tim lainnya Masyuni dan Devi Wahyudi yang tinggal di Lembah Danau-Danau, juga merasakan hal yang sama. Keduannya merasa saat mereka berada dalam tenda induk, situasi diluar tenda saat saya tiba di Lembah Danau-Danau terasa ramai dan gaduh. Perkiraan mereka saya dan seluruh tim summits telah turun dari atas. Namun hal itu tidak membuat saya dan seluruh tim ekspedisi lainnya tidak merasa terganggu. Justru hal itu berdampak positip dalam proses terlaksanannya ekspedisi tersebut.
N. B:
Editing : Lamasih Sinaga
Sumber : Tim Summits, Tim Base Camp dan Tim Pendukung